sent all friends

Update Your Status

gravatar

Analisis Kebutuhan

Analisis Kebutuhan
Model Dan Format Analisis Kebutuhan Multimedia Pembelajaran Interaktif

Abstrak: Pembaharuan bidang pendidikan di Indonesia senantiasa dilakukan. Salah satunya dengan perbaikan dan pengembangan kurikulum berupa peluncuran KTSP. Multimedia yang secara sengaja dan kreatif dirancang untuk membantu memecahkan permasalahan pembelajaran, kiranya merupakan alternatif yang akan banyak mengambil peran dalam implementasi KTSP. Berbagai bentuk pengalaman belajar, baik yang dapat dicapai di dalam maupun di luar kelas, pesan-pesan pembelajaran, dan berbagai bentuk pengalaman belajar perlu dikemas dengan memperhatikan kaidah serta prinsip teknologi pembelajaran dalam bentuk multimedia. Agar program multimedia yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan siswa, perlu kiranya dilakukan analisis kebutuhan. Analisis kebutuhan bertujuan untuk mendapatkan topik-topik yang akan dimultimediakan. Dalam kaitan ini, analisis kebutuhan digunakanlah alur kerja, model, dan format analisis kebutuhan. Metode yang digunakan dalam bentuk lokakarya yang melibatkan para guru bidang studi, kalangan akademisi, dan para ahli dibidang; media, teknologi pembelajaran, teknologi informasi, kurikulum, serta tim analisis dari Pustekkom. Hasil kegiatan berupa; model dan format analisis kebutuhan yang digunakan untuk mengidentifikasi topik-topik yang akan dimultimediakan melalui pengkajian kurikulum secara mendalam.

Kata Kunci: model dan format, analisis kebutuhan, multimedia pembelajaran interaktif

_________________________________
*) M. Miftah, M.Pd. adalah tenaga fungsional peneliti pada bidang pendidikan Pustekkom, Depdiknas

A. PENDAHULUAN
1.  Latar Belakang
Proses belajar-mengajar atau proses pembelajaran merupakan kegiatan pelaksanaan kurikulum suatu lembaga pendidikan, agar dapat mempengaruhi para siswa mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Tujuan pendidikan pada dasarnya mengantarkan para siswa menuju perubahan-perubahan tingkah laku baik intelektual, moral maupun sosial agar dapat hidup mandiri sebagai individu dan makhluk sosial. Dalam mencapai tujuan tersebut siswa berinteraksi dengan lingkungan belajar yang dikelola guru melalui proses pembelajaran.
Lingkungan belajar yang dikelola guru mencakup tujuan pembelajaran, bahan pembelajaran, metodologi pembelajaran, dan penilaian pembelajaran. Unsur-unsur yang biasanya dikenal dengan komponen-komponen pembelajaran. Tujuan pembelajaran yang akan dicapai siswa pada akhir pembelajaran yaitu, untuk menempuh berbagai pengalaman belajar. Bahan pembelajaran adalah seperangkat materi keilmuan yang terdiri atas fakta, konsep, prinsip, generalisasi suatu ilmu pengetahuan yang bersumber dari kurikulum dan dapat menunjang tercapainya tujuan pembelajaran. Metodologi pembelajaran adalah metode dan teknik yang digunakan guru untuk berinteraksi dengan siswa, agar bahan pembelajaran diharapkan dapat tercapai oleh siswa sesuai tujuan pembelajaran.
Berbicara mengenai metodologi pembelajaran berarti ada dua aspek yang paling menonjol yakni metode mengajar dan media pembelajaran sebagai alat bantu mengajar. Sedangkan penilaian adalah alat untuk mengukur yang dikembangkan guru, berfungsi menentukan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran atau penguasaan kompetensi. (Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, 2002). Multimedia interaktif merupakan suatu program yang dapat mengkombinasikan beberapa jenis media; teks, grafik, suara, animasi, dan video dalam satu aplikasi (program) komputer. Sedangkan menurut Ade Kusnandar, multimedia terdiri dari beberapa unsur media, terintegrasi, kompak, saling mengisi, interaktif, SR, mandiri, dan self explanation (Kusnandar, 2007).
Seiring dengan perkembangan teknologi, diperlukan penyedia media yang akan mengembangkan program pembelajaran. Hasil riset telah membuktikan bahwa komputer merupakan media penyampaian materi pembelajaran yang efektif (Thompson, 1980). Agar materi pembelajaran yang disajikan melalui komputer sesuai dengan kebutuhan, maka diperlukan adanya analisis kebutuhan. Tujuan melakukan analisis kebutuhan itu sendiri adalah untuk mengetahui topik-topik materi pelajaran yang benar-benar dibutuhkan pengguna, format materi sajian yang dibutuhkan, model sajian materi pelajaran yang efektif, dan topik materi pelajaran yang tepat untuk disajikan melalui program pembelajaran berbasis multimedia. 
2.  Permasalahan dan Tujuan
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan dibahas di dalam tulisan ini  adalah:  (a) Bagaimana model dan format analisis kebutuhan MPI ?, dan (b) Bagaimana prosedur menyusun model dan format analisis kebutuhan MPI. Adapun tujuan penulisan artikel adalah untuk berbagi pengetahuan (sharing knowledge) tentang model dan format analisis kebutuhan multimedia pembelajaran interaktif (MPI) serta prosedur langkah-langkah penyusunannya.

B. KAJIAN LITERATUR
1.  Definisi Analisis Kebutuhan dan Kurikulum
a. Pengertian Analisis Kebutuhan
Analisis kebutuhan merupakan aktivitas ilmiah untuk mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan penghambat (kesenjangan) proses pembelajaran guna memilih dan menentukan media yang tepat dan relevan mencapai tujuan pembelajaran (goals and objectives) yang mengarah pada peningkatan mutu pendidikan. Analisis kebutuhan media pembelajaran dilakukan sebelum suatu media pembelajaran tertentu dirancang dan dikembangkan. Pada prinsipnya tujuan analisis kebutuhan adalah untuk mengidentifikasi topik dan media pembelajaran yang tepat dan relevan.
Uwes Chaeruman (2007) mengutip pendapat ahli yang mengatakan bahwa analisis kebutuhan adalah: “a process for identifying the knowledge and skills necessary for achieving organizational goals” (Brinkerhof & Gill, 1994). Sedangkan Molenda, Pershing, dan Reigeluth mengemukakan bahwa analisis kebutuhan adalah “a method of finding out the nature and extent of performance problems and how they can be solved” (Molenda, Pershing, & Reigeluth, 1996). Kemudian, Gupta merumuskan pengertian analisis kebutuhan sebagai “a process for pinpointing reasons for gaps in performance or a method for identifying new and future performance needs” (Gupta, 1999).
Pengertian analisis kebutuhan secara umum adalah “a systematic approach to identifying social problems, determining their extent, and accurately defining the target population to be served and the nature of their service needs” (Rossi, P. H., Freeman, H. E., & Lipsey, Mark, W. L., 1998). Secara khusus, Suharsimi Arikunto mengemukakan bahwa yang menjadi pertimbangan dan kajian dalam analisis kebutuhan adalah (a) kurikulum, yang meliputi pemilihan topik dan  penjabaran materi, dan (b) silabi, yang meliputi kesulitan materi, pentingnya materi, dan adanya minat khusus.
Dari pengertian tersebut di atas dapatlah dikemukakan bahwa analisis kebutuhan multimedia pembelajaran interaktif merupakan analisis terhadap (a) tuntutan kurikulum (SKL, SK, KD, indikator), (b) kebutuhan di lapangan, (c) karakteristik sasaran, (d) potensi ICT untuk pemecahan masalah/kebutuhan pembelajaran, dan (e) trend perkembangan masa depan.
b. Kurikulum sebagai Alat Bantu Mempermudah Guru
Kurikulum pada prinsipnya dirancang untuk memudahkan proses pembelajaran. Dengan adanya kurikulum, kita dapat dengan mudah merancang dan merekonstruksi pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan bagi anak. Dengan kata lain, situasi pembelajaran yang menyenangkan akan menimbulkan pembelajaran yang bermakna bagi anak. Dalam kaitan ini, kurikulum dimaknai sebagai “kendaraan” untuk mencapai tujuan, yaitu mengembangkan potensi setiap peserta didik (Omar Hamalik (2007).
Menurut Nasution (2006) kurikulum merupakan alat/sarana/kendaraan yang sangat penting bagai keberhasilan suatu pendidikan. Sebagai kendaraan, kurikulum bukannya dimaksudkan untuk menyeragamkan prosedur dan proses pembelajaran, karena penyeragaman prosedur dan proses mengakibatkan perlakuan yang diskriminatif kepada siswa. Prosedur dan proses yang seragam hanya akan memberi peluang dan keuntungan kepada segelintir anak yang dikategorikan “pintar” sebagaimana yang terjadi dalam proses pembelajaran di Indonesia sampai saat ini.
Agar kurikulum tidak membelenggu guru dan tidak menindas siswa, maka dalam implementasinya, kurikulum perlu dilakukan diterjemahkan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Di dalam kurikulum, semua situasi dan kondisi merupakan potensi awal yang harus dipahami. Artinya, kurikulum akan mengakomodasikan segala bentuk keragaman yang ada, baik keragaman potensi individu siswa maupun keberagaman situasi dan kondisi yang mengitari kehidupan siswa sehari-hari. Inilah yang disebut dengan “curriculum for life”.
Curriculum for life adalah kurikulum yang dirancang untuk mengoptimalkan pemberdayaan potensi dalam kapasitas seseorang sebagai manusia. Menurut Johnson (1977) menyatakan bahwa kurikulum seharusnya tidak dipandang sebagai aktivitas, tetapi difokuskan secara langsung pada berbagai hasil belajar yang diharapkan (intended learning outcomes). Dalam pengertian ini, kurikulum diposisikan sebagai kerangka berpikir, program, “tools” atau kendaraan menuju hasil belajar yang diharapkan. Hasil belajar yang akan dicapai harus dilihat sebagai produk dinamis yang mendorong tumbuh-kembangnya kekuatan dan motivasi pengembangan diri selanjutnya sehingga setiap siswa mampu menghadapi segala kondisi yang dihadapi. Dalam kaitan ini, proses pembelajaran merupakan upaya memberikan pelayanan terhadap semua siswa agar berkembang secara maksimal sesuai dengan potensi yang dimiliki (Zulfikri. 2008).
c.  Implementasi Kurikulum
Beauchamp mengartikan implementasi kurikulum sebagai "a process of putting the curriculum to work" (Beauchamp, 1975).  Kemudian, Fullan (Seller dan Miller, 1985) mengartikan implementasi kurikulum sebagai "the putting into practice of an idea, program or set of activities which is new to the individual or organization using it". Pada dasarnya dapatlah dikatakan bahwa, implementasi kurikulum merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk mewujudkan atau melaksanakan kurikulum (dalam arti rencana tertulis) ke dalam bentuk nyata di kelas, yaitu terjadinya proses transmisi dan transformasi segenap pengalaman belajar kepada peserta didik.
Bagaimana kaitannya dengan PBK dalam implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)? Mengacu pada asumsi bahwa kurikulum dan pembelajaran memiliki kaitan yang erat dan saling menunjang maka pembahasan mengenai model pembelajaran dalam konteks implementasi KTSP tentu tidak bisa dilepaskan dari karakteristik KTSP. Oleh karena itu, apabila KTSP memiliki karakteristik utamanya yaitu human competence dan mastery learning, maka model pembelajaran berbasis komputer atau pembelajaran yang berbasis multimedia tentu saja menjadi semakin penting peranannya. Yang paling penting adalah “seberapa jauh multimedia pembelajaran yang dikembangakan mampu memfasilitasi siswa memperoleh pengalaman belajar yang mencerminkan penguasaan kompetensi-kompetensi yang dituntut kurikulum?”
Implemetasi kurikulum dalam pengembangan program multimedia pembelajaran sebaiknya mempertimbangkan prinsip-prinsip perancangan, di antaranya (a) berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan siswa dan lingkungannya, (b) beragam dan terpadu, (c) tanggap terhadap perkembangan ilmu, teknologi dan seni, (d) relevan dengan kebutuhan hidup, (e) menyeluruh dan berkesinambungan, (f) belajar sepanjang hayat, dan (g) seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Lebih lanjut Donal P. Ely (1998: 54) berpendapat bahwa suatu kurikulum dirancang lebih dari sekedar pembelajaran atau pelatihan, tetapi mampu mengorganisasikan antara pengetahuan dengan keterampilan hidup yang sesungguhnya di dalam masyarakat nyata.
Prinsip-prinsip perancangan tersebut dapat dijadikan pertimbangan dalam perancangan program multimedia dengan mengikuti prinsip pengembangan KTSP, yakni mempertimbangkan: (a) peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia, (b) peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik, (c) keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan, (d) tuntutan pembangunan daerah dan nasional, (e) tuntutan dunia kerja, (f) perkembangan ilmu, teknologi, dan seni, (g) agama, (h) dinamika perkembangan global, (i) persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan, (j) kondisi sosial budaya masyarakat detempat, (k) kesetaraan jender, dan (l) karakteristik satuan pendidikan.  Lebih lanjut Haryono (2009) berpendapat bahwa, prinsip-prinsip pembelajaran berbasis e-learning yaitu ; (a) sistem pempelajaran yang mengaplikasikan teknologi informasi superhighway, (b) dikenal dengan istilah belajar melalui internet, e-learning, online learning, virtual learning, web-based learning, dll, (c) model pembelajaran generasi ketiga yang merupakan perpaduan antara classroom oriented learning dan open space oriented learning, dan (d) model pembelajaran berbasis aneka sumber yang berorientasi pada aktivitas siswa, mengarahkan siwa untuk aktif mencari dan menemukan sendiri informasi yang diperlukan.
2. Konsep Analisis Kebutuhan MPI
a. Bentuk Pelaksanaan Analisis Kebutuhan MPI
Analisis kebutuhan dilaksanakan dalam bentuk lokakarya untuk memperoleh data tentang format identifikasi pemilihan topik-topik secara lebih mendetail sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik kemediaan yang telah dipilih melalui analisis dari berbagai jurusan dan bidang ilmu. Kegiatan ini melibatkan guru dan dosen. Sistematika perumusan analisis kebutuhan diawali dengan pengarahan dan penjelasan teknis, yang dilanjutkan dengan pengenalan multimedia pembelajaran interaktif online (terhubung dengan internet) dan offline (berbasis CD Room). Untuk memberikan gambaran yang jelas, disajikan contoh program pembelajaran MPI baik  dari produk swasta maupun produk BPM/Pustekkom.
Untuk memperkaya wawasan, disajikan materi tentang karakteristik media pembelajaran, strategi pembelajaran menggunakan media, penelitian berhubungan dengan analisis kebutuhan multimedia, implementasi kurikulum KTSP (sosial dan sains) dalam multimedia, praktek penyusunan pemilihan topik-topik yang akan dimultimediakan, dan diakhiri presentasi/diskusi panel hasil pemilihan topik-topik sebagai uji empirik.
b.  Desain Pelaksanaan Analisis Kebutuhan MPI
c.  Prosedur Analisis Kebutuhan MPI
Langkah-langkah atau prosedur melakukan analisis yaitu; menentukan dan merumuskan tujuan analisis kebutuhan, menentukan target audience dan teknik cuplikan, menentukan model dan format analisis kebutuhan, menyusun topik-topik, melakukan review/uji ahli, melakukan revisi,melakukan finalisasi hasil analisis kebutuhan.
Prosedur melakukan analisis kebutuhan dapat dijelaskan sebagai berikut; (1) menentukan dan merumuskan tujuan analisis kebutuhan, yaitu dengan menentukan kesenjangan yang dilakukan dengan cara membandingkan antara kompetensi yang seharusnya dengan kompetensi yang dimiliki, (2) menentukan target audience dan teknik cuplikan, yaitu menilai signifikansi kesenjangan yang meliputi penilaian terhadap signifikansi pengaruh, luas ruang lingkup, serta peran kebutuhan tersebut terhadap masa depan peserta didik, (3) menentukan model dan format analisis kebutuhan, dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang diperlukan seperti; standar kompetensi, kompetensi dasar, kompetensi program, judul program, topik, kode program, dll (4) menyusun topik-topik, dengan penyajian bahasa yang sederhana namun mudah dimengerti tanpa mengurangi ketercapaian kompetensi, (5) melakukan review/uji ahli, bertujuan untuk menetapkan masalah dengan cara memilih dan memilah kebutuhan mana yang dianggap penting/diperioritaskan untuk dipecahkan dengan program multimedia. (6) melakukan revisi, sekaligus menganalisis kesalahan format dan kebutuhan topik yang lebih diperlukan oleh sasaran didik/siswa, dan (7) finalisasi dan pemanfaatan hasil analisis kebutuhan, tidak terbatas pada format yang dihasilkan lewat analisis kebutuhan, namun bisa dikembangkan komponen-komponennya melalui kegiatan lokakarya lain seperti; model dan format sajian MPI, peta konsep dan peta materi, perumusan garis-garis besar isi media (GBIM), dan jabaran materi.
d.   Pertimbangan Menganalisis Kebutuhan Multimedia Pembelajaran
Kesenjangan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti: 1). Keterampilan mengajar (teaching skills), 2). Media pembelajaran (instructional media), 3). Lingkungan belajar (learning environment), dan 4). Iklim belajar (learning climate).
e. Relevansi Model Analisis Kebutuhan
Relevansi analisis kebutuhan multimedia pembelajaran interaktif ini sesuai dengan sirkulasi dan konsep teknologi pembelajaran (Seels, Barbara B., 1994). Sedangkan obyek analisis kebutuhan biasanya berbeda-beda tergantung kebutuhan dan tujuan.
C. MODEL DAN FORMAT ANALISIS KEBUTUHAN MPI
1.  Menganalisis Kebutuhan Multimedia
Kebutuhan biasa dimaknai sebagai kesenjangan keadaan yang ada dengan keadaan yang seharusnya. Sedangkan masalah, adalah kesenjangan yang besar atau mendesak untuk diatasi/dipecahkan. Kebutuhan Multimedia, adalah kebutuhan yang berhubungan dengan aktivitas perancangan, pengembangan, dan pemanfaatan multimedia. Adapun sumber informasi tentang kebutuhan multimedia tersebut dapat bersumber dari pendidik/guru, peserta didik, maupun dari masyarakat.
2. Penetapan/Pemilihan Kompetensi Target
a.  Aspek Kompetensi
Untuk merumuskan aspek-aspek kompetensi secara rinci dapat dianalisis berdasarkan taksonomi tertentu:
Mukminan (2008) mengutip ahli mengatakan bahwa menganalisis kompetensi berdasarkan taksonominya menjadi tiga aspek/ranah, masing-masing dengan tingkatan secara berjenjang sebagai berikut: (a). Kompetensi pada aspek/ranah kognitif (kecerdasan), meliputi tingkatan pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi, (b). Kompetensi pada aspek/ranah psikomotor (gerak), meliputi keterampilan meniru, memanipulasi, ketepatan gerakan, artikulasi, dan naturalisasi, dan (c). Kompetensi  pada aspek/ranah afektif (perasaan), meliputi  pengenalan, pemberian respons, penghargaan terhadap nilai, pengorganisasian, dan internalisasi (Bloom dkk. 1956: 17).
Lebih lanjut Mukminan (2008) menjelaskan unsur dari kompetensi yang terdiri dari 5 macam, yaitu: (a). Kompetensi kognitif, yang mencakup pengetahuan, pemahaman, dan perhatian, (b). Kompetensi afektif, yang menyangkut nilai, sikap, minat, dan apresiasi, (c). Kompetensi penampilan yang menyangkut demonstrasi keterampilan fisik atau psikomotorik, (d). Kompetensi produk atau konsekuensi yang menyangkut keterampilan melakukan perubahan terhadap pihak lain, dan (e). Kompetensi eksploratif atau ekspresif, menyangkut pemberian pengalaman  yang mempunyai nilai kegunaan di masa depan, sebagai hasil pengiring yang positif (Hall & Jones. 1976: 48).  
b.  Prinsip Pemilihan Kompetensi
Beberapa prinsip yang mendasari pemilihan kompetensi dalam pengembangan multimedia antara lain: ilmiah, memperhatikan perkembangan dan kebutuhan peserta didik (siswa),  sistematis,  relevan, konsisten, dan cukup (adequate).
Prinsip pertama dalam pengembangan multimedia adalah bahwa multimedia disusun berdasarkan prinsip ilmiah. Mengingat multimedia berisikan garis-garis besar isi atau materi pembelajaran yang akan dipelajari oleh siswa, maka materi pembelajaran yang disajikan dalam multimedia harus memenuhi kebenaran ilmiah. Untuk mencapai kebenaran ilmiah tersebut, dalam penyusunan multimedia perlu melibatkan pakar/ahli di bidang keilmuan masing-masing matapelajaran.  Hal ini dimaksudkan agar materi pembelajaran yang disajikan dalam multimedia sahih (valid).
Prinsip kedua  yang melandasi penyusunan multimedia adalah perkembangan dan kebutuhan siswa. Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi dalam multimedia disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa. Misalnya materi pembelajaran yang diberikan kepada siswa kelas satu berbeda dengan materi yang diberikan kepada siswa kelas dua maupun kelas tiga, baik mengenai cakupan dan kedalaman, maupun urutan penyajiannya. 
Prinsip ketiga yang melandasi penyusunan multimedia adalah prinsip sistematis. Oleh karena itu, silabus dianggap sebagai sebuah sistem. Sebagai sebuah sistem, multimedia merupakan satu kesatuan yang mempunyai tujuan, yang terdiri dari bagian-bagian atau komponen yang satu sama lain saling berhubungan dalam rangka mencapai tujuan.
Prinsip keempat dalam penyusunan multimedia adalah prinsip relevansi, konsistensi, dan kecukupan antara standar kompetensi, kompetensi program media. Relevan berarti ada keterkaitan. Konsisten berarti taat azas. Hubungan antara komponen-komponen multimedia harus taat azas. Sedangkan adequate berarti cukup atau memadai. Prinsip adekuasi mensyaratkan agar cakupan atau ruang lingkup materi yang dipelajari siswa cukup memadai untuk menunjang tercapainya penguasaan kompetensi dasar yang pada akhirnya membantu tercapainya standar kompetensi.

c. Jenis Kompetensi
Jenis kompetensi yang harus dikuasai ditentukan menyesesuaikan dengan jenis materi sebagai wahana untuk penguasaan kompetensi, apakah berupa: fakta, konsep, prinsip, atau prosedur, dengan ciri masing-masing sbb.:
Jenis materi berupa fakta
Kata kunci: Nama, jenis, jumlah.
Contoh: Jenis-jenis binatang memamah biak, tanaman berbiji tunggal, nama-nama bulan dalam setahun.
Jenis materi berupa konsep
Kata kunci: definisi, klasifikasi, identifikasi, ciri-ciri
Contoh : Bujursangkar ialah empat persegi panjang yang keempat sisinya sama panjang
Jenis materi berupa prinsip
Kata kunci: Hubungan, sebab-akibat, jika....maka… .
Contoh : Jika permintaan naik, sedangkan penawaran tetap, maka harga akan naik.
Jenis materi berupa prosedur
Kata kunci: Langkah-langkah mengerjakan tugas secara urut/prosedural
Contoh: Cara mengukur suhu badan menggunakan termometer, cara menelepon.
d. Urutan Penyajian
Untuk menentukan urutan penyajian materi/kompetensi dapat digunakan model Struktur Kompetensi dari Dick dan Carey (2005: 60) apakah: hirarkhikal, prosedural, pengelompokan, ataukah kombinasi.
? Struktur Hirarkhikal
? Struktur Prosedural
Adalah kedudukan beberapa kompetensi yang menunjukkan satu rangkaian pelaksanaan kegiatan/pekerjaan, tetapi antar  kompetensi tersebut tidak menjadi prasyarat untuk kompetensi lainnya
Secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut:
? Struktur Pengelompokan (Cluster)
? Struktur Kombinasi
3. Prosedur Melakukan Identifikasi Kebutuhan Topik Media
Sedangkan cara-cara yang ditempuh dalam mengidentifikasi kebutuhan topik multimedia sebagai berikut:
1)  menulis standar kompetensi yang ada dalam satu mata pelajaran, dan
2)  melakukan analisis dengan cara: (a) menyeleksi kompetensi-kompetensi dasar yang relevan untuk dimediakan, (b) menentukan kompetensi-kompetensi program multimedia, (c) menggambarkan hubungan antar kompetensi program media dalam bentuk bagan, (d) memberi nomor setiap kompetensi program media, dimulai dari kompetensi yang paling awal (dimulai dengan nomor 1) secara berurutan sampai dengan kompetensi yang terakhir, dan (e) memberi tanda panah pada setiap kompetensi dimulai dari kompetensi yang paling rendah ke kompetensi yang lebih tinggi.
3)  Menuliskan judul program multimedia berdasarkan kompetensi program media.
4)  Menentukan versi/jenis untuk program tertentu, baik online (berbasis web) dan offline (berbasis CD room).
5) Menentukan kode program multimedia.
Untuk memudahkan cara menganalisis sebaiknya ditentukan prioritas dan urutan kompetensi yang dapat dilihat pada gambar 6 berikut ini.
Keterangan:
•  KT   : Kompetensi Target
•  1, 2, 3, dst. : Kompetensi-kompetensi Program Media
Gambar 6: menentukan perioritas dan urutan kompetensi

4. Perancangan Multimedia
a. Perancang Multimedia
Tim yang terlibat dalam proses perancangan multimedia setidaknya mencakup; (a). Penanggung jawab program atau team leader (TL), (b). Pengembang program; animator, programmer, ilustrator/design grafis, dan penata suara, (c). Penulis naskah, (d) Pengkaji media, (e) Pengkaji bahasa, dan (f) Ahli materi.
b. Prinsip-prinsip Perancangan Program Multimedia
Perancangan program multimedia dilakukan dengan mengikuti prinsip pengembangan KTSP, yakni: (a). Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya, (b). Beragam dan terpadu, (c). Tanggap terhadap perkembangan ilmu, teknologi dan seni, (d). Relevan dengan kebutuhan kehidupan, (e). Menyeluruh dan berkesinambungan, (f). Belajar sepanjang hayat, dan (g). Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
c.  Pertimbangan dalam Perancangan Program Multimedia
Perancangan program multimedia juga dilakukan dengan mengikuti mengikuti prinsip pengembangan KTSP, yakni mempertimbangkan: (a). Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia, (b). Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik, (c). Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan, (d). Tuntutan pembangunan daerah dan nasional, (e). Tuntutan dunia kerja, (f). Perkembangan ilmu, teknologi, dan seni, (g). Agama, (h). Dinamika perkembangan global, (i). Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan, (j). Kondisi sosial budaya masyarakat setempat, (k). Kesetaraan jender, dan (l). Karakteristik satuan pendidikan.
d.  Komponen untuk Menyusun Format Kebutuhan Multimedia
Komponen untuk menyusun format kebutuhan multimedia yaitu: standar kompetensi, kompetensi dasar, kompetensi program multimedia, judul program multimedia, topik, penentuan jenis program, dan kode program multimedia dapat dilihat pada gambar 7 berikut
Format identifikasi kebutuhan program multimedia
Satuan Pendidikan : ....................................................................................................................
Mata Pelajaran : ………….....………................................................................………………
Kelas/Semester  :……...…………/ .............................................................................…...…
Standar Kompetensi*) : ..……………………………………………………………………….……..…
Kompetensi Dasar Kompetensi Program Media Judul
Program Media
Topik Versi
Online/ Offline Kode  Program
    
Pertimbangan untuk penyusunan format analisis kebutuhan multimedia dengan penjelasan sebagai berikut; (1) standar kompetensi, sebaiknya mengikuti standar ISI/kurikulum nasional yang sedang berlaku, karena pada akhirnya program diperuntukkan/diimplementasikan secara nasional. Jika standar kompetensi yang digunakan adalah lokal/sekolah tertentu, maka program belum memenuhi syarat kebutuhan media itu sendiri,  (2) kompetensi dasar, setidaknya mencakup minimal satu kompetensi dasar yang dipakai dalam produksi media, di mana rumusan kompetensi harus sesuai kurikulum yang berlaku, (3) kompetensi program media, berdasarkan pada kompetensi dasar yang ada pada kurikulum. Kompetensi program media bersifat lebih sederhana dan praktis dengan cara menggabungkan/merger dari kompetensi dasar yang memiliki kesamaan/hubungan,  (4) judul program media, tidak saklek/monoton sebagaimana pada rumusan silabus tapi bisa dibuat lebih menarik, jelas dan singkat tanpa meninggalkan tujuan dari desain pembelajaran yang telah ditentukan pada garis-garis besar isi media (GBIM),  (5) topik, bersifat luas tanpa meninggalkan substansi dari kompetensi/indikator yang akan dicapai dalam pembelajaran, dan (6) kode program media, dapat memberikan kemudahan dalam identifikasi/pengelompokan program tertentu jika dicari/dibutuhkan oleh user. Istilah pengkodean, baik berupa; bidang studi, tahun produksi, jenjang, dan lain-lain dapat disingkat, misal; fisika disingkat FIS. SMP. 2009, dan seterusnya. 
e. Sumber Materi Program Media
Berbagai sumber bahan untuk mengembangkan program media a.l.: 1). Kurikulum, 2). Buku teks, 3). Laporan hasil penelitian, 4). Jurnal, majalah, koran, 5). Media audiovisual, internet, 6). Pakar bidang studi, 7). Profesional, dan 8). Lingkungan (alam, sosial, seni budaya, industri, kegiatan ekonomi, dll.)

D. SIMPULAN DAN SARAN
1.  Simpulan
Model dan format analisis kebutuhan multimedia setidaknya mencakup aspek-aspek berikut ; (1) standar kompetensi, (2) kompetensi dasar, (3) kompetensi program media, (4) judul program media, (5) topik, dan (6) kode program media.
Langkah-langkah atau prosedur melakukan analisis kebutuhan yaitu; (1) menentukan dan merumuskan tujuan analisis kebutuhan, (2) menentukan target audience dan teknik cuplikan, (3) menentukan model dan format analisis kebutuhan, (4) menyusun topik-topik, (5) melakukan review/uji ahli, (6) melakukan revisi, dan (7) finalisasi dan pemanfaatan hasil analisis kebutuhan.
2. Saran
Penyusunan model dan format analisis kebutuhan multimedia memerlukan aspek-aspek yang mampu mencerminkan karakteristik sebagai media pembelajaran, antara lain; (1) mengintegrasikan berbagai bentuk materi seperti: teks, gambar, grafis, dan suara yang dioperasikan dengan komputer, (2) bermanfaat bagi siswa, dalam: mendorong rasa ingin tahu siswa, mendorong keinginan untuk mengubah sesuatu yang sudah ada, dan mendorong keinginan siswa untuk mencoba hal-hal yang baru, dan lain-lain. Jika tiap aspek dalam penyusunan model dan format analisis kebutuhan MPI dapat terpenuhi dengan baik, maka dimungkinkan tercipta suatu syarat pengembangan media pembelajaran ; mudah dilihat, menarik, sederhana, isinya bermanfaat, benar (dapat dipertanggungjawabkan), masuk akal/sah, dan terstruktur.

Keberhasilan pengembangan multimedia pembelajaran interaktif sangat tergantung pada pencapaian analisis kebutuhan model dan format MPI, di mana analisis kebutuhan menjadi tolak ukur dan dasar bagi langkah selanjutnya dalam proses pengembangan MPI. Oleh karena itu, analisis kebutuhan memerlukan prosedur yang benar dan ilmiah. Selain itu, analisis kebutuhan MPI diperlukan sejumlah prasyarat dari semua pihak dan perlu memiliki komitmen; memahami peran dan fungsi multimedia secara benar, memiliki dokumen pendukung yang memadai, mampu & mau memanfaatkan secara benar, serta jujur. Sehingga diharapkan dengan multimedia pembelajaran interaktif (MPI) dapat menunjukkan fungsi dan perannya yang optimal dalam keberhasilan pembelajaran siswa. Demikian juga halnya dengan upaya peningkatan mutu pendidikan segera terwujud dan media sebagai perwujudan dari teknologi pembelajaran, mampu mengantarkan anak-anak bangsa ini menjadi bangsa yang bermartabat di mata bangsanya maupun di mata internasional.

DAFTAR  PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (2007). Penyusunan Instrumen untuk Analisis Kebutuhan  Online dan Offline. Disampaikan dalam kegiatan lokakarya penyusunan instrumen analisis kebutuhan MPI 2007 pada tanggal 27 Maret 2007. Semarang: BPM Semarang
Beauchamp, G. (1975). Curriculum Theory. Willmette, Illionis: The Kagg Press.
Dick, Walter, Lou Carrey and James O Carey. (2005). The Systematic Design of Instruction. Boston: Pearson, Allyn and Bacon.
Donald P. Ely. (1998). The Evolution of Instructional Design & Development: The Syracuse Program at Fifty. Syracuse University: Printed by the Center for Support of Teaching and Learning
Haryono. (2009). Pemanfaatan Multimedia untuk Pembelajaran. Disampaikan dalam kegiatan lokakarya validasi instrumen ujicoba program MPI  pada tanggal 24 Februari 2009. Semarang: BPM Semarang
Kusnandar,  Ade. (2007). Analisis Kebutuhan Multimedia Pembelajaran Interaktif. Disampaikan dalam kegiatan lokakarya penyusunan instrumen analisis kebutuhan MPI 2007 pada tanggal 27 Maret 2007. Semarang: BPM Semarang.
Johnson, Mauriz. (1977). Internationality in Education . New York: Center for Curriculum Research and Services.
Mukminan. (2008). Menganalisis Kebutuhan Multimedia. Disampaikan dalam Kegiatan Analisis Kebutuhan MPI 2007 pada tanggal 18 Februari 2008. Semarang: BPM Semarang.
Nana Sudjana dan Ahmad Rivai. (2002). Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Nasution. (2006). Asas-asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara.
Oemar Hamalik. (2007). Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Bandung.
Seels, Barbara, B. (1994). Instructional Technology: The definition and domains of the field. Washington DC: Association For Educational Communications and Technology.
Seller dan Miller. (1985). Curriculum; Perspectives and Practice. New York: Longman.
Thompson, B.J. 1980. Computers in Reading: A Review of Application and Implications. Educational Technology. XX (8): 38-41
Uwes Charumen. (2007). Analisis Kebutuhan Multimedia Pembelajaran. Disampaikan dalam kegiatan lokakarya penyusunan instrumen analisis kebutuhan MPI 2007 pada tanggal 27 Maret 2007. Semarang: BPM Semarang.
Zulfikri. (2008). Menciptakan  Layanan terhadap Peserta Didik dalam Upaya Membangun Karakter  Setiap  Individu Siswa. Disampaikan dalam kegiatan analisis kebutuhan MPI 2008 pada tanggal 18 Februari 2008. Semarang: BPM Semarang.

Perkiraan Cuaca


Bogor, Indonesia Weather Forecast

Ikan Peliharaanku


Free SMS

Follow Saya

My Animal